Thursday 23 August 2018

Percakapan Dini Hari

"Partikel. Kamu kenapa suka sekali tokoh Zarah Amala?"

"Dia pemberani."

Sambil melihat halaman demi halaman buku yang Ia pegang. Dia bertanya dengan rasa penasaran.

"Eh? Firas siapa? Bapaknya? K o k d i c a r i?"

Kali ini suaranya pelan, hampir terbata-bata. Kemudian menutup buku tersebut dengan hati-hati, bahkan desah nafasnya Ia atur sedemikian rupa agar tidak terdengar.

Dengan tersenyum, saya menjawab, "Ya, beliau bapaknya. Saya pengin seperti Zarah, Dia cari Bapaknya."

Ia terdiam, malah menundukan kepala. Nafasnya semakin berat terdengar.

Saya menangis, "Zarah nggak pernah capek nyari Bapaknya."

Lalu ia merengkuh bahu saya, "Kalau mau nyari Bapak, ayo, kita sama-sama."

Dan pelukannya, meluruhkan tangisan yang selama ini membatu. Katanya berbisik, "Ada saya, saya temenin. Janji."

Bandung, 24 Agustus 2018
Wida

Sunday 12 August 2018

Sukanya

1. Suka sama IU, banget
2. Suka koleksi joke receh (because receh is lyfe)
3. Suka juga koleksi meme dan GIF
4. Suka cumi asin goreng
5. Suka cumi balado masakan Ibuk, terenak yuum!
6. Suka minum teh tarik, apalagi dingin
7. Suka ketawa ga kontrol kalau ada hal lucu (padahal belum tentu lucu buat orang lain)
8. Suka diam di kamar
9. Suka juga duduk lama di cafe yang sepi sambil minum teh
10. Suka banget lama-lama depan PC nyari joke receh
11. Suka kebiasaan mungut sampah karena kesal kalau berceceran bukan pada tempatnya
12. Suka pengin tahu rasanya Soju tapi belum ada kesempatan buat coba (hehe)
13. Suka ngelamun (!!)
14. Suka banget sama tokoh-tokoh Disney terutama Tinker Bell dan Alice Wonderland
15. Suka nulis buku harian
16. Suka canggung kalau pertama buka obrolan dengan orang baru
17. Suka cerewet tapi kalau sama teman lama (hahaha)
18. Suka berkhayal bisa 'nyari' Ayah kayak Zarah di serial Supernova
19. Suka (BANGET) kalau lagi santai, baca ulang buku DEMIAN dan Brida
20. Suka bahagia kalau sudah ketemu dengan EonMa
21. Suka jalan-jalan ke toko buku
22. Suka jalan-jalan ke Museum, banget
23. Suka baca ulang buku karena merasa tokohnya ngangenin
24. Suka juga sama tokoh fiksi Zarah Amala
25. Suka warna ungu
26. Suka kurang pede kalau seharian salah pakai warna kerudung
27. Suka pakai kemeja putih dan jeans
28. Suka tidur dan biasanya kuat sampai 11 jam lalu malas bangun
29. Suka pusing kalau tidur kelamaan (nahloh)
30. Suka makan lumpia basah (yang depan Alfamidi itu tuuuh)
31. Suka minum jus semangka
32. Suka bikin surat, kirim dan terima kartu pos juga
33. Suka dandan tapi malas buat bersihin setelahnya
34. Suka makan telur diapain aja, apalagi didadar. uh nikmat!
35. Suka pakai totebag ketimbang tas yang cewek banget
36. Suka pakai kaos kaki kalau di kamar
37. Suka pengin komentar lihat orang yang berisik bukan pada tempatnya
38. Suka kalau sudah dapat job edit buku
39. Suka banget beli kertas kado, padahal ga tahu buat apa
40. Suka bikin catatan kecil lalu ditempel di tembok atau meja kerja
41. Suka pengin nangis kalau sudah dapat nasehat atau quotes dari IU. misal nih, dia pernah bilang "I want to become an open minded person--someone who gives love without any reserve." atau "I'll be your firefly glow." dalam kaaan!
42. Suka bingung kalau ada laki-laki yang merasa disukai banget sama perempuan, lalu jemawa bilang "Kamu ga pantas buat aku." Duhileh.... SOMBONG AMAT!
43. Suka baca-baca blog orang tapi hiatus punya sendiri
44. Suka aja pakai GIF lucu kalau nge-twit
45. Suka lama nyari barang yang kelupaan simpan. kalau kata Ibu "MAKANYA CARI PAKAI MATA!"
46. Suka dengar berbagai genre lagu dari boyband atau gilrband, tapi ga pernah bertahan lama
47. Suka kebiasaan tidur pakai boneka daripada bantal
48. Suka kunang-kunang, banget
49. Suka kangen tiba-tiba, yang ini baru saja terjadi. wakakakaka
50. -to be continue-

Monday 12 February 2018

Kosong

pukul satu kurang 2 menit, tiba-tiba pesan whatsapp muncul dari salah seorang teman.
Masih belum bisa tidur?
dan jawaban yang terlintas bukan kalimat, melainkan senyum getir.
belum, but it’s alright.
saya balas tanpa memakai emoticon senyum atau bahkan sedih. mungkin berharap bahwa jawaban tersebut sebagai penggerak agar saya benar-benar melakukannya, benar-benar bahwa saya memang baik-baik saja.
Kamu nggak baik-baik saja. mau sampai kapan kayak gini?
saya terdiam.

dengan satu sentuhan, saya hapus percakapan dengannya. pertanyaannya membuat saya merasa memang sudah saatnya melepas semua yang terjadi 2 tahun lalu. banyak cara untuk pergi dari sini.

dimulai dari membuka folder screenshot percakapan lewat BBM, WA bahkan FB yang dengan sengaja selalu saya simpan, atau beberapa tulisan tentangnya saya simpan, atau sebuah foto kereta api yang saya minta waktu dia bilang pergi keluar kota, atau tangkapan layar saat hampir 3 jam dini hari dia dengan sabar berbicara banyak hal lewat telepon.

saya kirim ke tong sampah virtual.

walaupun sudah lama memilih tidak berkomunikasi, nyatanya (ketika sedang bodoh) saya membaca dan mengingat kembali chat dengannya, scrolling percakapan yang saya kirim. Itu juga ikut saya giring ke tong sampah, tanpa sisa.

kemudian saya beranjak, memeriksa beberapa benda yang secara langsung maupun tidak ada hubungannnya dengan dia.

3 bingkai foto, diary pemberian temannya (sahabat saya), parfum yang kebetulan saya pakai sama dengan temannya, beberapa hasil foto box yang tergantung di tembok kamar, pena yang tidak sengaja kami beli sama-sama, sendok yang saya jadikan hadiah ulang tahun, namun satunya saya minta dan temannya berikan tanpa argumen.

bahkan di antara benda remeh temeh dan murah, ikut terlipat baju kemeja yang harganya cukup mahal, saya beli di antar temannya; baju yang dia pilihkan untuk saya pakai saat lomba karya tulis nasional.

lalu pada akhirnya saya sadar bahwa di setiap sudut kehidupan saya, di lingkaran pertemanan saya, di tempat-tempat pelosok sekali pun, akan selalu ada dia. potongan-potongan tersebut akan berpotensi menjadi sumber yang mengingatkan saya padanya.

sederhana, karena dia ada di mana-mana.

termasuk, hati saya.
senyumnya. warna orange yang seakan-akan mengingatkan saya pada almamaternya. kereta api, alat transportasi yang selalu kami bicarakan bahkan janji untuk bersama-sama naik yang sudah berubah hanya sebatas angan-angan. segala hal tentang teknik sipil. pun dengan McD*n*ld’s yang merupakan tempat pertama dan terakhir kami bertemu.

maka dengan sengaja saya memilih giat belajar, melahap jurnal-jurnal untuk dijadikan sumber TA. bahkan di akhir pekan atau waktu luang saya habiskan menonton banyak drama agar bebas dari pengaruhnya. pun ketika sedang di kamar, saya lebih banyak memutar musik dengan keras; berharap dinding kamar dan suara dari playlist yang saya putar melindungi saya dari kenangan-kenangan tentangnya.

dua tahun semenjak kejadian bersejarah itu; dimana saya mendapatkan pertanyaan satu milyar dolar dari salah seoarang teman; ternyata proyek pribadi yang saya jalankan mulai menunjukan hasil yang berarti. keberadaannya di pikiran maupun hati saya mulai terkikis, tinggal noda-noda membandel yang meskipun mengganggu tetap sulit saya hilangkan.

namun sayang, proyek besar ini, mungkin, sebelumnya tidak saya rencanakan dengan matang. saat dia berhasil sedikit demi sedikit saya enyahkan dari pikiran, justru sekarang, hati saya terasa kosong.

Wida,
Bandung, 12 Februari 2018

Thursday 16 November 2017

11.16

sayang,
malam ini cinta hadir dari sepotong cokelat di atas meja.
di sampingnya kutemukan sebuah buku harian, lengkap dengan berbagai rasa; senang, bangga, kecewa, murka hingga hilang arah.
di sana kudapati rindu yang menumpuk namun beku, terlihat manis namun sering kali kutepis.

sayang,
buku harian yang kutemukan,
membuatku tahu.
aku ingin mengungkapkan semua rasa yang ada, mungkin, sambil tidur di pangkuanmu. sesekali kulihat wajahmu tertawa.
manis.
malam ini, akhirnya aku menyadari. sepenuh hati aku ingin kau di sini,
melewati sisa hidup bersama.

sayang, malam ini, harapku sederhana.

semoga kita abadi.

Bandung, 16 November 2017.
Wida.

Thursday 2 November 2017

11.02

suatu malam, saya pernah berjanji akan berhenti menghitung.
berapa banyak hari demi hari,
detik demi detik–yang saya lalui dengan membunuh segala hal tentang kamu.

menghitung berapa banyak rindu yang mengendap.

menghitung berapa kali dalam setiap bulan, minggu bahkan hari–pikiran saya tertuju pada satu rumah; kamu.

menghitung berapa banyak cinta yang terus tumbuh namun dengan sekuat tenaga saya pangkas habis. Supaya saya tetap bisa hidup.

saya berhenti menghitung, namun saya tidak berhenti mencintai kamu.
bagaimana bisa?

Bandung, 2 November 2017
Wida.

Wednesday 17 May 2017

dini hari, tepat pukul 1:31 usai bercerita panjang lebar dengan sahabat laki-laki (lama) saya, mendadak saya ingat pada sosok seseorang.

yang gelak tawanya bikin kangen, yang nasehat-nasehatnya tidak pernah bosan saya dengar meskipun sering diucapkan berulang-ulang, yang kalau melarang tidak pernah menggurui, yang setiap panggilan telepon-telepon hanya sekadar “Udah bangun? Udah shalat subuh? yang banyak minum air putih! jangan banyak makan pedas! tidur jangan larut malam!”

membuka akun  ini  lalu pindah ke sini baru saya sadar. Saya kangen dia. Kangen sekali.

jaket lusuh kesayangannya, dengkuran saat tidurnya, kacamata bergagang hitam yang biasanya di taruh di sebelah yassin–katanya, biar gampang di ambil. Juga, telapak tangannya yang kasar.

dini hari ini, Saya mengamati satu persatu foto di akun ini. lengkap dari mulai saya masuk UKM di kampus hingga saya pernah siaran di salah satu radio swasta. berfoto dengan teman-teman, adik, sepupu. Gaya dalam foto tersebut juga berbeda-beda, mulai dari tidak melihat kamera, memeluk beberapa teman sampai selfie. Baru saya sadar, saya tidak memiliki foto dengan dia, tidak ada.

hanya untuknya, saya merasa ingin memiliki waktu banyak–untuk sekadar bilang sayang dan hadirnya sebuah pelukan.

untuk bilang, sampai kapan pun, dia adalah cinta pertama. rumah nomor wahid, pujaan hati yang tak ada tandingannya.

untuk bilang, terima kasih untuk setiap keringat yang menetes, untuk setiap uban yang menandakan berapa lama kita bersama.

untuk setiap kasih yang terjalin meskipun tak ada pertalian darah.

untuk setiap keikhlasan berkorban tanpa keluh.

Pah, Saya cinta!
Bandung, 10 Mei 2017
Wida.

Friday 10 March 2017

Tunggu Saja

Begitu ujar Ayahku dalam mimpi.

Dahulu, sebelum datang sebuah mimpi yang entah pertanda apa. Saya, adalah pecandu mimpi. Tidak jarang mulai memejamkan mata dengan berbagai harapan. Tidak jarang, salah satu harapan yang saya panjatkan; Kamu, hadir dalam semesta yang saya buat.

Pernah. Suatu hari, kamu hadir dalam mimpi. Hanya tersenyum, lalu mengajakku berlari–ke tempat tertinggi, sebuah bukit. Tidak banyak yang saya ingat, selain genggaman erat tanganmu.
Mimpi itu hanya satu malam, Sayang. Satu malam. Namun potongan-potongan bersamamu seperti mengkristal.

“kamu serius dengan dia?” Ujar Ayahku.

Pada suatu malam. Dari ribuan malam, ini adalah pertama kalinya, belahan jiwa yang cintanya tak pernah padam, Ayah, hadir dalam mimpi saya, lalu saya mengangguk.

“Tunggu saja,” Ujarnya lagi. Kali ini berbeda, Sorot mata yang kukenali, lebih banyak bicara selain dua kata yang Ayah katakan.

Apa yang harus saya tunggu, Yah?” Tanyaku.

Tidak ada jawaban. Hanya ada tatapan kuat dan belaian lembutnya serta genggaman tangan. Erat.

Lalu Saya terbangun. Namun bukan ketenangan yang saya dapatkan, melainkan air mata lebih dulu hadir sebelum kesadaran saya penuh. Deras, ada sesak yang tertahan, ada ketakutan yang tidak dapat diungkapkan. Juga, ada pertanyaan besar yang siap meledak saat itu juga.

Jika memang semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan hanya waktu.

Benar seperti yang Ayah katakan, Tunggu saja?

Tapi apa yang harus saya tunggu?

Bandung, 10 Maret 2017
Wida.

Percakapan Dini Hari

"Partikel. Kamu kenapa suka sekali tokoh Zarah Amala?" "Dia pemberani." Sambil melihat halaman demi halaman buku yan...