Monday, 13 February 2017

Tetaplah Tinggal

Untuk laki-laki yang tinggal dalam ingatan saya,

Satu tahun sudah sejak perpisahan kita, beberapa hari setelah surat pertama saya tulis untukmu. Kembali, ingatan saya berhamburan. Segala rasa yang pernah memenuhi hari saya denganmu kembali menyeruak; Cinta, sayang, aman, kecewa, sakit, benci, kehilangan bahkan rindu yang tidak berkesudahan.

Pada suatu malam, akhirnya saya memperbolehkan diri saya menangis hingga menjerit. Agar apa yang menjadi sesak di dada lepas. Saya membiarkan diri saya mengumpat, mencaci, membenci bahkan membiarkan tidak memaafkanmu. Dengan harapan, seiring berjalannya waktu saya bisa berdamai. Tidak lagi memaafkanmu karena terpaksa, karena ingin semua selesai.

Namun, Sayang, 360 hari ternyata bukan waktu yang cukup untuk memindahkan segala kenangan di amygdala dalam temporal lobe agar menyebar ke seluruh permukaan otak dan menjadi rutinitas biasa, hingga tak ada lagi yang spesial diantara kita. Tidak ada rasa, hanya sekadar peristiwa biasa, apa adanya.

Semua itu tidak cukup. Tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.

Karena mungkin, kamu bukan untuk dilupakan, di hindari bahkan dibenci. Kamu hadir untuk selamanya tinggal dihati saya–yang semakin hari semakin tumbuh.

Tidak apa, Sayang. Tetaplah tinggal selama kau mau.

Dari perempuan yang (masih) mencintaimu,

Bandung, 13 Februari 2017
Wida.

No comments:

Post a Comment

Percakapan Dini Hari

"Partikel. Kamu kenapa suka sekali tokoh Zarah Amala?" "Dia pemberani." Sambil melihat halaman demi halaman buku yan...